PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN DALAM TASAWUF
I.
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang bersifat universal, selain
menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah, lantaran
penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya. Hal ini
terlihat pada salah satu syarat diterimanya amal ibadah, yaitu harus disertai
niat
Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang
memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia, yang selanjutnya
menimbulkan akhlak mulia. Melalui tasawuf ini seseorang dapat mengetahui
tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkan secara benar.
Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai
mengendalikan dirinya pada saat ia berinteraksi dengan orang lain, atau pada
saat melakukan berbagai aktivitas yang menuntut kejujuran, keikhlasan, tanggung
jawab, kepercayaan dan lain-lain. Dari suasana yang demikian itu, tasawuf
diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral seperti manipulasi,
korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan dan
sebagainya.
Melihat pentingnya peranan tasawuf dalam kelangsungan
hidup manusia seutuhnya, maka tidak mengherankan jika tasawuf akrab dengan
kehidupan masyarakat Islam setelah masyarakat tersebut membina akidah dan
ibadahnya melalui ilmu tauhid dan ilmi fiqih.
Memang sepintas lalu tidak ada yang perlu disangsikan
tentang tasawuf, apalagi para pelakunya adalah orang-orang yang tekun
beribadah, shalat malam, puasa, dan bahkan banyak yang tidak pernah lowong
puasanya, walau satu hari pun. Sehingga banyak orang-orang pada zaman sekarang
yang dangkal ilmu agamanya, lansung terpesona, lalu mereka pun bergabung dengan
kelompok-kelompok sufi.
Banyak ghuluw yang dilakukan orang-orang sufi, yang
membuat mereka nyaris lepas dari Islam laksana anak panah yang lepas dari tali
busurnya. Di dalam makalah ini kita dapat membaca berbagai penyimpangan mereka,
dari perkataan yang diyakini mereka sebagai kebenaran padahal tidak lain
merupakn penyelewengan dari agama, dan pada juga sekte-sekte ekstrim dalam
dunia tasawuf yang membuat mereka tersesat dari kebenaran.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian Tasawuf?
2.
Apa saja bukti penyimpangan dalam tasawuf itu?
3.
Apakah penyebab penyimpangan dalam tasawuf?
4.
Apa saja yang termasuk
penyimpangan tasawuf?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Tasawuf
Dari segi kebahasaan terdapat sejumlah kata atau istilah
yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima
istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al Suffah (ahl al-suffah) yaitu
orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah, saf, yaitu barisan
yang dijumpai dalam melaksanakan salat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci,
sophos (bahasa Yunani : hikmah), dan suf (kain wol kasar).
Dari segi istilah, tasawuf dapat didefenisikan dari tiga
sudut pandang. Pertama, sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, kedua,
sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan ketiga, sudut
pandang manusia sebagai makhluk bertuhan.
Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk
yang terbatas, maka tasawuf dapat didefenisikan sebagai upaya mensucikan diri
dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia akan memusatkan perhatian hanya
kepada Allah. Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan adalah pandangan
bahwa manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat
didefenisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada
ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dan jika sudut pandang
yang digunakan adalah manusia sebagai makhluk bertuhan, maka tasawuf dapat
didefenisikan sebagai keadaan fitrah (perasaan percaya kepada Tuhan) yang dapat
mengarahkan jiwa agar selalu tertuju pada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Kata sufi atau sufiah diartikan sebagai orang yang selalu
mengamalkan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, sufi
berarti orang yang telah mensucikan hatinya dengan mengingat Allah (zikrullah),
menempuh jalan kembali kepada Allah dan sampai pada pengetahuan hakiki
(ma’rifah).[1]
2.
Bukti penyimpangan dalam tasawuf
Beberapa Bukti penyimpangan
Ajaran Tasawuf :
a.
Al Hallaj seorang tokoh sufi,
berkata : “Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam
bentuk orang makan dan minum.” (Dinukil dari Firaq Mua’shirah, karya Dr. Ghalib
bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Artinya:
“Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syura
: 11)
رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي
Artinya:“Berkatalah Musa :
“Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.”
Allah berfirman : “Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku (yakni di
dunia-pen)………” (Al A’raaf : 143).
b.
Ibnu ‘Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata :
“Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia
menyetubuhi Allah !” ((Fushushul Hikam).Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was
Sunnah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 24-25).
Betapa kufurnya kata-kata ini
…, tidakkah orang-orang Sufi sadar akan kesesatan idolanya ini ?
c.
Ibnu ‘Arabi juga berkata : “Maka Allah
memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun
menyembah-Nya.” (Al Futuhat Al Makkiyyah). Padahal Allah Ta’ala telah berfirman
:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat :
56).
إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ إِلاَّ ءَاتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا
Artinya:
“Tidak ada seorang pun
di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam
keadaan sebagai hamba.” (Maryam : 93)
d.
Jalaluddin Ar Rumi, seorang
tokoh sufi yang kondang berkata : “Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang
Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja,
atau tempat berhala-berhala.”
Padahal Allah Ta’ala berfirman :
Padahal Allah Ta’ala berfirman :
يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya:
“Dan barangsiapa mencari
agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran
: 85)
e.
Pembagian ilmu menjadi
Syari’at dan Hakikat, yang mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan
hakikat berarti ia telah mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah
Ta’ala, oleh karena itu gugurlah baginya segala kewajiban dan larangan dalam
agama ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata :
“Tidak
diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahwasanya perkataan tersebut termasuk
sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan
Yahudi dan Nashrani, karena Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian dari
isi Al Kitab dan kafir dengan sebagiannya, sedangkan mereka adalah orang-orang
kafir yang sesungguhnya (karena mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada
martabat hakikat, tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama
ini, pen).” (Majmu’ Fatawa, juz 11 hal. 401).
f.
Dzikirnya orang-orang awam adalah لا إله إلا الله , sedangkan dzikirnya
orang-orang khusus dan paling khusus “الله /
Allah”, “هو / Huu”, dan “آه / Aah” saja.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
أَفْضَلُ الذِّكْرَ لاَ إِلهِ إِلاَّ الله
Artinya:
“Sebaik-baik dzikir adalah
لا إله إلا الله .” (H.R. Tirmidzi, dari
shahabat Jabir bin Abdullah Radiyallahu ‘anhu).
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa لا إله إلا الله dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah “هو Huu”, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan.” (Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut Tashawwuf, hal. 13)
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa لا إله إلا الله dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah “هو Huu”, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan.” (Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut Tashawwuf, hal. 13)
g.
Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai
ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib. Allah
Ta’ala dustakan mereka dalam firman-Nya :
قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ
أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Artinya:
“Katakanlah tidak ada
seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali
Allah.” (An Naml : 65)
h.
Keyakinan bahwa Allah Ta’ala menciptakan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam dari nuur / cahaya-Nya, dan Allah Ta’ala
ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Padahal Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
Artinya:
“Katakanlah (Wahai
Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang
diwahyukan kepadaku …” (Al Kahfi : 110).
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat :
“Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.” (Shaad : 71)[2]
3.
Penyebab
Penyimpangan tasawuf
Mulanya tasawuf bermakna
olah jiwa, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Jauzi, “membentuk watak dengan mengusir perilaku
buruk dan mengarahkannya kepada akhlaq mulia, berupa zuhud, santun, sabar,
ikhlas dan jujur”. Inilah yang dipahami oleh generasi pertama dari kalangan
tasawuf, kemudian iblis mengecoh mereka dalam beberapa hal, lalu menyesatkan
orang-orang sesudah mereka dan pengikut mereka. Maka, setiap berlalu satu abad,
bertambah pula ambisi iblis untuk mengburkan mereka hingga akhirnya ia pun
berhasil mendominasi pemikiran dan tingkah laku kalangan generasi belakangan.
Prinsip dari penyesatan
iblis adalah mencegah mereka dari ilmu dan menggiring mereka kepada pemahaman
bahwa yang paling penting adalah amal,
maka, tatkala pelita ilmu itu padam, mereka pun mulai meraba-raba di dalam
kegelapan. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa tujuan sebenarnya adalah
meninggalkan duni secara keseluruhan, mereka menolak merawat tubuh mereka dan menyerupakan harta dengan kalajengking,
mereka lupa bahwa harta diciptakan untuk maslahat, mereka berlebih-lebihan
membebani jiwa hingga ada diantara mereka yang hampir-hampir tidak pernah
berbaring. Ada yang dengan cara tidak makan dan tidur, memakai pakain tambalan, cinta, tari-tarian, tepuk tangan dan masih banyak lagi.
Seterusnya,
bercabang-cabanglah tatacara beberapa kelompok diantara mereka, sehingga akidah
merekapun menjadi rusak. di antara mereka ada yang mengatakan hulul
(inkarnasi/penitisan). Ada pula yang mengatakan ittihad (unifikasi al khalik
dengan makhluknya). Iblis senantiasa mengelabuhi mereka dengan berbagai macam
bentuk bid’ah hingga mereka menjadikan
untuk diri mereka sunah-sunah (tata cara) tersendiri. Kemudian, Ibnul
Jauzi pun menyebutkan akidah mereka
(pembahasan yang sangat menarik).[3]
4.
Yang
termasuk dalam penyimpangan tasawuf yaitu:
1)
Penyakit- penyakit lidah
Ketahuilah bahwa bahaya lisan sangatlah besar. Tidak ad a
orang yang dapat selamat dari bahayanya kecuali dengan diam. Karena itu
Rasulullah SAW menguji diam dan menganjurkannya. Beliau bersabda: barang siapa yang
diam ia selamat.
Diantara penyakit-penyakit lidah yaitu: pembicaraan yang tidak berguna,
berlebihan dalam berbicara, tenggelam dalam kebathilan dan kemaksiatan,
pembantahan dan perdebatan dalam menyebutkan hal-hal yang terlarang,
pertengkaran, cacian, makian, kutukan, nyanyian dan syair, senda gurau dll.
2)
Hakikat dunia
Sesungguhnya dunia itu adalah musuh Allah SWT, musuh para waliNya dan
musuh para musuhNya. Dunia dan akhirat adalah dua keadaan bagimu yang dekat dan
rendah adalah duniamu, sementara yang terkemudian dan terakhir dinamakan
akhirat. Adapun dunia yang menyertaimu dari dunia setelah kematian adalah ilmu
dan amal. Sebagaimana sabda rasulullah “aku diberi kecintaan pada duniamu dalam tiga hal yaitu: wanita,
wewangian, dan kesejukan mataku dalam shalat.[4]
3)
Perdukunan
Meminta bantuan juru bade atau bisa disebut dukun untuk meramal nasib
kita. Nabi SAW bersabda: barang
siapa mendatangi juru ramal (dukun), lalu menanyakan padanya tentang sesuatu
dan dia membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari, HR Muslim.
Hal tersebut dilarang oleh agama karena menyebabkan syirik kepada
Allah.[5]
IV.
KESIMPULAN
1.
Jika
dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf
dapat didefenisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan
pengaruh kehidupan dunia akan memusatkan perhatian hanya kepada Allah.
Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan adalah pandangan bahwa manusia
sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefenisikan sebagai
upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada ajaran agama dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah.
2.
Beberapa Bukti penyimpangan
Ajaran Tasawuf :
a.
Ibnu ‘Arabi berkata : “Maka Allah memujiku dan aku pun
memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.”
b.
Jalaluddin Ar Rumi, seorang
tokoh sufi yang kondang berkata : “Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang
Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja,
atau tempat berhala-berhala.”
c.
Keyakinan bahwa orang-orang
Sufi mempunyai ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu
ghaib.
3.
Prinsip dari penyesatan
iblis adalah mencegah mereka dari ilmu dan menggiring mereka kepada pemahaman bahwa yang paling penting adalah
amal, maka, tatkala pelita ilmu itu padam, mereka pun mulai meraba-raba di
dalam kegelapan. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa tujuan sebenarnya
adalah meninggalkan duni secara keseluruhan, mereka menolak merawat tubuh
mereka dan menyerupakan harta dengan
kalajengking, mereka lupa bahwa harta diciptakan untuk maslahat, mereka
berlebih-lebihan membebani jiwa hingga ada diantara mereka yang hampir-hampir
tidak pernah berbaring. Ada yang dengan cara tidak makan dan tidur, memakai
pakain tambalan,cinta, tari-tarian, tepuk tangan dan masih banyak lagi.
4.
Yang termasuk dalam
penyimpangan tasawuf yaitu:
1)
Penyakit- penyakit lidah
2)
Hakikat dunia
3)
Perdukunan
V.
DAFTAR PUSTAKA
Al- ghazali, Mutiara Ikhya’ Ulumuddin, Mizan
Anggota IKAPI, Bandung, 1990
Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003