Jumat, 24 Mei 2013

tasawuf



PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN DALAM TASAWUF
I.            PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang bersifat universal, selain menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah, lantaran penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya. Hal ini terlihat pada salah satu syarat diterimanya amal ibadah, yaitu harus disertai niat
Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia, yang selanjutnya menimbulkan akhlak mulia. Melalui tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkan secara benar. Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai mengendalikan dirinya pada saat ia berinteraksi dengan orang lain, atau pada saat melakukan berbagai aktivitas yang menuntut kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab, kepercayaan dan lain-lain. Dari suasana yang demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan dan sebagainya.
Melihat pentingnya peranan tasawuf dalam kelangsungan hidup manusia seutuhnya, maka tidak mengherankan jika tasawuf akrab dengan kehidupan masyarakat Islam setelah masyarakat tersebut membina akidah dan ibadahnya melalui ilmu tauhid dan ilmi fiqih.
Memang sepintas lalu tidak ada yang perlu disangsikan tentang tasawuf, apalagi para pelakunya adalah orang-orang yang tekun beribadah, shalat malam, puasa, dan bahkan banyak yang tidak pernah lowong puasanya, walau satu hari pun. Sehingga banyak orang-orang pada zaman sekarang yang dangkal ilmu agamanya, lansung terpesona, lalu mereka pun bergabung dengan kelompok-kelompok sufi.
Banyak ghuluw yang dilakukan orang-orang sufi, yang membuat mereka nyaris lepas dari Islam laksana anak panah yang lepas dari tali busurnya. Di dalam makalah ini kita dapat membaca berbagai penyimpangan mereka, dari perkataan yang diyakini mereka sebagai kebenaran padahal tidak lain merupakn penyelewengan dari agama, dan pada juga sekte-sekte ekstrim dalam dunia tasawuf yang membuat mereka tersesat dari kebenaran.


    II.            RUMUSAN MASALAH
1.    Apa pengertian Tasawuf?
2.    Apa saja bukti penyimpangan dalam tasawuf itu?
3.    Apakah penyebab penyimpangan dalam tasawuf?
4.    Apa saja yang termasuk penyimpangan tasawuf?

 III.            PEMBAHASAN
1.      Pengertian Tasawuf
Dari segi kebahasaan terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al Suffah (ahl al-suffah) yaitu orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah, saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan salat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos (bahasa Yunani : hikmah), dan suf (kain wol kasar).
Dari segi istilah, tasawuf dapat didefenisikan dari tiga sudut pandang. Pertama, sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, kedua, sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan ketiga, sudut pandang manusia sebagai makhluk bertuhan.
Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefenisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia akan memusatkan perhatian hanya kepada Allah. Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan adalah pandangan bahwa manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefenisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dan jika sudut pandang yang digunakan adalah manusia sebagai makhluk bertuhan, maka tasawuf dapat didefenisikan sebagai keadaan fitrah (perasaan percaya kepada Tuhan) yang dapat mengarahkan jiwa agar selalu tertuju pada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Kata sufi atau sufiah diartikan sebagai orang yang selalu mengamalkan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, sufi berarti orang yang telah mensucikan hatinya dengan mengingat Allah (zikrullah), menempuh jalan kembali kepada Allah dan sampai pada pengetahuan hakiki (ma’rifah).[1]

2.      Bukti penyimpangan dalam tasawuf
Beberapa Bukti penyimpangan Ajaran Tasawuf :
a.       Al Hallaj seorang tokoh sufi, berkata : “Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan minum.” (Dinukil dari Firaq Mua’shirah, karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syura : 11)

رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي

Artinya:“Berkatalah Musa : “Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.” Allah berfirman : “Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku (yakni di dunia-pen)………” (Al A’raaf : 143).

b.       Ibnu ‘Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata : “Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia menyetubuhi Allah !” ((Fushushul Hikam).Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was Sunnah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal. 24-25).
Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah orang-orang Sufi sadar akan kesesatan idolanya ini ?
c.        Ibnu ‘Arabi juga berkata : “Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.” (Al Futuhat Al Makkiyyah). Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

Artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56).

إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ إِلاَّ ءَاتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا

Artinya: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (Maryam : 93)

d.      Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata : “Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala.”
Padahal Allah Ta’ala berfirman :

يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya: “Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran : 85)

e.       Pembagian ilmu menjadi Syari’at dan Hakikat, yang mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia telah mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Ta’ala, oleh karena itu gugurlah baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
 “Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahwasanya perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani, karena Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan sebagiannya, sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya (karena mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada martabat hakikat, tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen).” (Majmu’ Fatawa, juz 11 hal. 401).

f.        Dzikirnya orang-orang awam adalah لا إله إلا الله , sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus “الله / Allah”, “هو / Huu”, dan “آه / Aah” saja.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

أَفْضَلُ الذِّكْرَ لاَ إِلهِ إِلاَّ الله

Artinya: “Sebaik-baik dzikir adalah لا إله إلا الله .” (H.R. Tirmidzi, dari shahabat Jabir bin Abdullah Radiyallahu ‘anhu).
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa لا إله إلا الله dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah “هو  Huu”, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan.” (Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut Tashawwuf, hal. 13)

g.       Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib. Allah Ta’ala dustakan mereka dalam firman-Nya :


قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ
 أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Artinya: “Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (An Naml : 65)

h.       Keyakinan bahwa Allah Ta’ala menciptakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam dari nuur / cahaya-Nya, dan Allah Ta’ala ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Padahal Allah Ta’ala berfirman :

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ


Artinya: “Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku …” (Al Kahfi : 110).

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.” (Shaad : 71)[2]


3.      Penyebab Penyimpangan tasawuf
Mulanya tasawuf bermakna olah jiwa, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Jauzi,  “membentuk watak dengan mengusir perilaku buruk dan mengarahkannya kepada akhlaq mulia, berupa zuhud, santun, sabar, ikhlas dan jujur”. Inilah yang dipahami oleh generasi pertama dari kalangan tasawuf, kemudian iblis mengecoh mereka dalam beberapa hal, lalu menyesatkan orang-orang sesudah mereka dan pengikut mereka. Maka, setiap berlalu satu abad, bertambah pula ambisi iblis untuk mengburkan mereka hingga akhirnya ia pun berhasil mendominasi pemikiran dan tingkah laku kalangan generasi belakangan.
Prinsip dari penyesatan iblis adalah mencegah mereka dari ilmu dan menggiring mereka kepada pemahaman bahwa yang  paling penting adalah amal, maka, tatkala pelita ilmu itu padam, mereka pun mulai meraba-raba di dalam kegelapan. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa tujuan sebenarnya adalah meninggalkan duni secara keseluruhan, mereka menolak merawat tubuh mereka  dan menyerupakan harta dengan kalajengking, mereka lupa bahwa harta diciptakan untuk maslahat, mereka berlebih-lebihan membebani jiwa hingga ada diantara mereka yang hampir-hampir tidak pernah berbaring. Ada yang dengan cara tidak makan dan tidur, memakai pakain tambalan, cinta, tari-tarian, tepuk tangan dan masih banyak lagi.
Seterusnya, bercabang-cabanglah tatacara beberapa kelompok diantara mereka, sehingga akidah merekapun menjadi rusak. di antara mereka ada yang mengatakan hulul (inkarnasi/penitisan). Ada pula yang mengatakan ittihad (unifikasi al khalik dengan makhluknya). Iblis senantiasa mengelabuhi mereka dengan berbagai macam bentuk bid’ah hingga mereka menjadikan  untuk diri mereka sunah-sunah (tata cara) tersendiri. Kemudian, Ibnul Jauzi pun menyebutkan akidah  mereka (pembahasan yang sangat menarik).[3]


4.      Yang termasuk dalam penyimpangan tasawuf yaitu:
1)      Penyakit- penyakit lidah
Ketahuilah bahwa bahaya lisan sangatlah besar. Tidak ad a orang yang dapat selamat dari bahayanya kecuali dengan diam. Karena itu Rasulullah SAW menguji diam dan menganjurkannya. Beliau bersabda: barang siapa yang diam ia selamat.
Diantara penyakit-penyakit lidah yaitu: pembicaraan yang tidak berguna, berlebihan dalam berbicara, tenggelam dalam kebathilan dan kemaksiatan, pembantahan dan perdebatan dalam menyebutkan hal-hal yang terlarang, pertengkaran, cacian, makian, kutukan, nyanyian dan syair, senda gurau dll.
2)      Hakikat dunia
Sesungguhnya dunia itu adalah musuh Allah SWT, musuh para waliNya dan musuh para musuhNya. Dunia dan akhirat adalah dua keadaan bagimu yang dekat dan rendah adalah duniamu, sementara yang terkemudian dan terakhir dinamakan akhirat. Adapun dunia yang menyertaimu dari dunia setelah kematian adalah ilmu dan amal. Sebagaimana sabda rasulullah “aku diberi kecintaan pada duniamu dalam tiga hal yaitu: wanita, wewangian, dan kesejukan mataku dalam shalat.[4]
3)      Perdukunan
Meminta bantuan juru bade atau bisa disebut dukun untuk meramal nasib kita. Nabi SAW bersabda: barang siapa mendatangi juru ramal (dukun), lalu menanyakan padanya tentang sesuatu dan dia membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari, HR Muslim.
Hal tersebut dilarang oleh agama karena menyebabkan syirik kepada Allah.[5]





 IV.            KESIMPULAN
1.      Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefenisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia akan memusatkan perhatian hanya kepada Allah. Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan adalah pandangan bahwa manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefenisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

2.      Beberapa Bukti penyimpangan Ajaran Tasawuf :
a.       Ibnu ‘Arabi  berkata : “Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.”
b.      Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata : “Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi, dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala.”
c.       Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib.
3.      Prinsip dari penyesatan iblis adalah mencegah mereka dari ilmu dan menggiring mereka kepada pemahaman bahwa yang  paling penting adalah amal, maka, tatkala pelita ilmu itu padam, mereka pun mulai meraba-raba di dalam kegelapan. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa tujuan sebenarnya adalah meninggalkan duni secara keseluruhan, mereka menolak merawat tubuh mereka  dan menyerupakan harta dengan kalajengking, mereka lupa bahwa harta diciptakan untuk maslahat, mereka berlebih-lebihan membebani jiwa hingga ada diantara mereka yang hampir-hampir tidak pernah berbaring. Ada yang dengan cara tidak makan dan tidur, memakai pakain tambalan,cinta, tari-tarian, tepuk tangan dan masih banyak lagi.
4.      Yang termasuk dalam penyimpangan tasawuf yaitu:
1)      Penyakit- penyakit lidah
2)      Hakikat dunia
3)      Perdukunan

    V.            DAFTAR PUSTAKA
Al- ghazali, Mutiara Ikhya’ Ulumuddin,  Mizan Anggota IKAPI,  Bandung, 1990
Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003



[2] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110728234857AAkn1ej

[3] ibid
[4] Al- ghazali, Mutiara Ikhya’ Ulumuddin,  Mizan Anggota IKAPI,  Bandung, 1990 hal235
[5] Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003 hal20