Jumat, 24 Mei 2013

makalahQ



PRAKTEK EKONOMI ISLAM PADA DAULAH ISLAM DENGAN PRAKTEK EKONOMI ISLAM MASA SEKARANG

       I.            PENDAHULUAN

Kontribusi kaum Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh para ilmuwan Barat. Buku-buku teks ekonomi Barat hampir tidak pernah menyebutkan peranan kaum Muslimin ini. Sebaliknya,meskipun telah memberikan kontribusi yang besar, kaum Muslimin tidak lupa mengakui utang mereka kepada para ilmuwan Yunani, Persia, India, dan Cina. Hal ini sekaligus mengindikasikan inklusivitas para cendekiawan Muslim masa lalu terhadap berbagai ide pemikiran dunia luar selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Perkembangan ekonomi Islam saat ini secara terus menerus mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik di panggung internasional maupun di Indonesia. Perkembangan tersebut meliputi kajian akademis di Perguruan Tinggi maupun secara praktik operasioanl seperti yang terjadi di lembaga- lembaga perekonomian Islam seperti Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah,  Perkembangan tersebut diharapkan semakin melebar meliputi aspek dan cakupan yang sangat luas, seperti kebijakan ekonomi negara, ekonomi pemerintah daerah,  ekonomi makro (kebijakan fiskal, public finance, strategi mengatasi kemiskinan serta pengangguran, inflasi, kebijakan moneter), dan permasalahan ekonomi lainnya, seperti  upah dan perburuhan dan sebagainya. Dalam paper ini saya akan membandingkan praktek ekonomi pada daulan islam dengan praktek ekonomi islam sekarang di Indonesia.



    II.            PEMBAHASAN
1.      Kasus
Kuartal III, Laba Bank Syariah Naik 68 Persen
15 November 2012 - 09.55 WIB > Dibaca 108 kali

JAKARTA (RP) - Akar praktik ekonomi Islam di Indonesia makin kuat. Ini bisa dilihat dari kinerja bank syariah yang menguntungkan pada kuartal III 2012.
Hingga akhir September, laba bank-bank umum syariah dan unit usaha syariah di Tanah Air tercatat sebesar Rp2,02 triliun. Angka tersebut meningkat 68,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,2 triliun.
Kepala Humas Bank Indonesia, Difi A Johansyah mengatakan total pendapatan atau revenue bank syariah meningkat dari Rp10,7 triliun pada September 2011 menjadi Rp12,4 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Sementara, total beban perbankan syariah naik tipis dari Rp9,29 triliun menjadi Rp9,9 triliun.
Difi memaparkan, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah juga makin tinggi. Hal ini terbukti dari peningkatan dana pihak ketiga pada September 2012 menjadi Rp127,67 triliun, atau naik 30 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp97,75 triliun.
Selaras dengan itu, performa pembiyaan bank syariah juga naik dari Rp92,83 triliun menjadi Rp130,35 triliun.
“Dari performa tersebut, maka rasio penyaluran pembiayaan (FDR/financing to deposit ratio) perbankan syariah sebesar 102,09 persen,” terangnya.
Meski FDR perbankan syariah meningkat, akan tetapi rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) tercatat terus turun. Pada kuartal III 2012, NPF perbankan syariah sebesar 6,87 persen, atau berkurang dari periode yang sama tahun lalu sebesar 6,94 persen.
Direktur Eksekutif Direktorat Perbankan Syariah, Edy Setiadi memaparkan, dari total pembiayaan yang disulrkan oleh perbankan syariah, sebesar 59,18 persen merupakan kontribusi dari akad murbahah.
 “Paling besar masih akad murabahah sebesar Rp 77,15 triliun. Karena jenis akad tersebut dianggap paling mudah,” terangnya.
Edy menambahkan, mendatang BI mendorong perbankan syariah untuk menyalurkan pembiayaan dengan menggunakan leverage model.
Leverage model adalah salah satu strategi bank untuk bermitra dengan bank lokal tanpa membentuk bank campuran. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperluas akses pasar melalui jaringan bank lokal.
“Leverage model yang mirip dengan office channeling ini masih untuk layanan tabungan. Sehingga masih kami pikirkan untuk bisa diterapkan di pembiayaan syariah,” terangnya.
Sebagai tambahan informasi, untuk membantu likuiditas pembiayaan perbankan syariah, BI juga baru mengeluarkan surat edaran baru yang berisi tentang tata cara transaksi repo dengan surat berharga syariah Negara.
Dalam hal ini, bank sentral membolehkan perbankan syariah menjual, dengan janji membeli kembali atau reverse repo SBSN dalam operasi moneter syariah.(gal/jpnn)

2.      Tradisi dan Praktek ekonomi  pada masa daulah al-Islam (Umayyah, Abbasiyah dan Ustman)
A.    Bani Umayyah (41=132H/661=750M)
            Naiknya Muawiyah ke tampuk pemerintahan Islam merupakan kekuasannya Bani Umayyah,. Sejak saat itu pula, pemerintahan Islam yang bersifat demkratis seperti yang telah dipraktekan Rasulullah SAW dan al-Khulafa al-Rasyidun berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun menurun).
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Muawiyah nin Abi Sofyan mendirikan dinas pos beserta berbagai fasilitasnya, menerbitkan angkatan perang, mencetak uang, dan mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan profesional.
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan dalam masyarakat Islam muncul di masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Hal ini di latar belakangi oleh permintaan pihak Romawi agar Khalifah Abdul Malik bin Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirrahmanirrahim dari mata uang yang berlaku pada Khalifahnya.
Selama pemerintahannya, Umar  bin Abdul Aziz menerapkan kembali ajaran Islam secara menyeluruh. Berbagai pembenahan dilakukannya di seluruh sektor kehidupan masyarakat tanpa pandang bulu.
Pada masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal dari zakat, hasil rampasa perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produksi kepada masyarakat luas.
Setelah masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz tersebut, kekuasaan Bani umayyah berada di tangan Yazid bin Abdul Malik. Pada masa ini, kekacauan dalam kehidupan masyarakat mulai muncul kembali. Hal ini dipicu oleh kegandrungan sang Khalifah dan para penggantinya terhadap kemewahan dan ketidak peduliannya terhadap rakyat. Akhirnya muncul konfrontasi antara pemerintah dengan rakyatnya sendiri. Kerusuhan tersebut terus berlanjut hingga semakin memperkuat posisi kaum oposisi dan sebaliknya, memperlemah posisi sang Khalifah. Akhirnya, pihak oposisi berhasil menumbangkan Daulah Umawiyah.

B.     Bani Abbasiyah (132-656H/750-1258M)
Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan Islam setelah berhasil menggulingkan pemerintahan dinas Bani Umayyah pada tahun 750 H. Para pendiri dinasti ini adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, sehingga khalifah tersebut dinamakan Khilafah Abbasiyah. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad nin Ali bin Abdullah bin al-Abbas (132-136H).
Diantara periode-periode pemerintahan tersebut, Dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasan pada periode pertama. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Karena Abdullah al-Saffah hanya memerintah dalam waktu yang singkat, pembina yang sesungguhnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al Manshur (136-148H). Pada masa pemerintahannya, khalifah al-Manshur lebih banyak melakukan konsolidasi dan penertiban administrasi birokrasi.
Keberhasilan Khalifah al-Manshur dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah memudahkan usaha para Khalifah berikutnya untuk lebih fokus terhadap permasalahan ekonomi dan keuangan negaran, sehingga peningkatan dan pengembangan taraf hidup rakyat dapat terjamin.
Ketika al-Mahdi (158-169H). Menjadi Khalifa, keadaan negara menjadi stabil. Ia banyak menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak, seperti pembangunan tempat-tempat persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam air bagi para khalifah dagang beserta hewan bawaannya, serta memperbaiki dan memperbanyak jumlah telaga dan perigi. Ia juga mengembalikan harta yang dirampas ayahnya kepada pemiliknya masing-masing.
Ketika tampuk pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (170-193 H), pertumbuhan ekoonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya.
Dari gambaran diatas, terlihat bahwa Dinasti Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, termasuk kehidupan perekonomian, daripada perluasan wilayah. Setelah melewati periode ini, Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dan akhirnya dihancurkan oleh bangsa mongol pada tahun 1258 M.

C.    Bani Ustmani (1300-1924M).
Daulah Turki Usmani muncul sebagai salah satu kekuatan politik Islam terbesar di dunia, di samping kerajaan Mughhal India dan kerajaan Safawi Persia, setelah kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang drastis akibat keruntuhan Baghdad.
Pendiri daulah ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Setelah masuk dibawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk, yang sedang berperang dengan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Allauddin II meraih kemenangan yang gemilang. Setelah Ertoghrul meninggal dunia, kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya, Usman yang kemudian dianggap sebagai pendiri Daulah Turki Usmani.
Pada awal abad ke enam belas, Daulah Turki terlibat Konfrontasi dengan bangsa Eropa dalam memperebutkan pengaturan tata ekonomi dunia.
Daulah Turki Usmani menguasai semenanjung Balkan dan Afrika Utara, sementara bangasa Eropa melakukanekspansi ke Benua Amerika dan Afrika, termasuk menguasai jalur perdagangan Asia Tenggara. Perseturuan ini semakin meruncing pada abad-abad berikutnya hingga akhirnya Daulah Turki Usmani kalah perang dan kehilangan seluruh wilayah kekuasannya. Akibat peperangan tersebut, disamping pemberontakan di berbagai wilayah kekuasannya, pemerintahan Daulah Turki Usmani berakhir pada tahun 1924 M.

3.      Praktek Ekonomi masa Sekarang
          Tidak dapat dipungkiri, setelah berpuluh tahun masyarakat Islam hidup tanpa ekonomi Islam sebagai sebuah sistem ekonomi, kerinduan untuk berpraktek ekonomi dengan cara Islam mulai merasuk kesetiap dada orang Islam. Bukan hanya sekedar karena ekonomi Kapitalisme tak mampu memberikan rasa adil, tak mampu menyejahterakan masyarakat, dan semakin memperlebar jarak antara yang kaya dan yang miskin. Melainkan juga karena orientasi kehidupan akherat membuat orang Islam terdorong untuk berekonomi dengan cara yang bisa menghantarkannya pada surga Allah dan menjauhinya dari siksa neraka.
          Kemunculan kembali isu ekonomi Islam lebih banyak dipengaruhi karena kecintaan masyarakat Islam terhadap praktek ekonomi yang diridhoi oleh Allah dan RasulNya. Terbukti pada kasus lain, seperti penggunaan jilbab, dimana pasca keruntuhan Khilafah Turki Utsmani pakaian jilbab dilarang untuk digunakan oleh rakyat Turki, namun belakangan pakaian bercirikhaskan Islam itu mulai banyak yang menggunakannya kembali. Termasuk di Indonesia, kita dapat melihat perbedaanya antara tahun 1970-an dengan tahun-tahun sekarang. Ini menunjukkan kerinduan terhadap praktek kehidupan dengan cara yang diridhoi Allah dan RasulNya mulai kembali dirindukan.
          Sejarah mencatat bahwa bibit-bibit sistem ekonomi Islam mulai bangkit kembali dan menampakkan tunasnya tidak lama setelah keruntuhannya, yaitu diakhir abad 20 telah mulai diselenggarakan muktamar dan seminar ekonomi Islam diberbagai tingkat, baik lokal suatu daerah maupun tingkat internasional. Sebagai titik awal dari kembalinya ekonomi Islam.
Demikian catatan sejarah:
1)      Muktamar Ekonomi Islam Internasional yang pertama, di Universitas Malik bin Abdul Aziz, Jeddah, pada tahun 1976. 
2)      Muktamar Bank Islam pertama di Bank Islam Dubai, tahun 1978.
3)      Kelompok Studi Ekonomi Islam dalam Lapangan Penerapan, Abu Dhabi, tahun 1981.
4)      Seminar Ekonomi Islam di Unversitas al-Azhar pada tahun 1980 dan tahun 1981.
5)      Muktamar Ekonomi Islam Internasional yang kedua, di Islamabad Pakistan pada tahun 1983.
6)       Muktamar Bank Islam yang kedua di Baitit Tamwil al-Kuwaiti, Kuwait, pada tahun 1983.
7)      Muktamar Sistem Ekonomi menurut Islam, antara Teori dan Praktek, di Universitas Mansourouh, Mesir, pada tahun 1983.

 III.            ANALISIS
            Dari data yang kami dapat bahwa Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad, Sejak zaman Abbasiyah, walaupun masih di lakukan secara perorangan perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dan mata uang lainnya, Khalifah Ustman ibn Affan tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda.
Adapun di Indonesia, ekonomi Islam dengan wujud lembaga keuangan perbankan syariah baru muncul dan berkembang sejak tahun 1991, dan lembaga keuangan asuransi syariah tahun 1994. Baru beberapa tahun kemudian yaitu tahun 2000, banyak Perguruan Tinggi di Indonesia beramai-ramai membuka jurusan atau program studi ekonomi Islam. Seperti JEI (Jurusan Ekonomi Islam) STAIN Surakarta yang membuka kelas di Yogyakarta, Jurusan Keuangan Islam di UIN Yogyakarta, Jurusan Ekonomi Islam di UMY, STEI Yogyakarta, STEI Hamfara di Yogyakarta, STEI Tazkia di Jakarta, dan lain sebagainya.
Dunia akademik inilah yang kemudian paling banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi Islam di abad 21 ini. Sebab hanya lembaga pendidikan yang mampu melahirkan pemikir-pemikir ekonomi Islam yang kritis, yang memperbaiki praktek-praktek ekonomi Islam yang keliru, merekonstruksi teori-teori ekonomi Islam yang sudah dibangun sebelumnya oleh para cendikiawan muslim di masa kejayaannya, dan merancang bangunan sistem ekonomi Islam agar siap dipraktekkan bilamana sistem besar dari Islam terbangun.

 IV.            KESIMPULAN
Dari data di atas dapat saya tarik kesimpulan bahwa ekonomi Islam daulah islam telah di praktekkan di Indonesia dengan wujud lembaga keuangan perbankan syariah baru muncul dan berkembang sejak tahun 1991, dan lembaga keuangan asuransi syariah tahun 1994. Baru beberapa tahun kemudian yaitu tahun 2000, banyak Perguruan Tinggi di Indonesia beramai-ramai membuka jurusan atau program studi ekonomi Islam. Seperti JEI (Jurusan Ekonomi Islam) STAIN Surakarta yang membuka kelas di Yogyakarta, Jurusan Keuangan Islam di UIN Yogyakarta, Jurusan Ekonomi Islam di UMY, STEI Yogyakarta, STEI Hamfara di Yogyakarta, STEI Tazkia di Jakarta, dan lain sebagainya.
Dunia akademik inilah yang kemudian paling banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi Islam di abad 21 ini. Sebab hanya lembaga pendidikan yang mampu melahirkan pemikir-pemikir ekonomi Islam yang kritis, yang memperbaiki praktek-praktek ekonomi Islam yang keliru, merekonstruksi teori-teori ekonomi Islam yang sudah dibangun sebelumnya oleh para cendikiawan muslim di masa kejayaannya, dan merancang bangunan sistem ekonomi Islam agar siap dipraktekkan bilamana sistem besar dari Islam terbangun.





DAFTAR PUSTAKA

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Gramata Publishing, Depok 2010
http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=19545&kat=6#.UL06vYaT9PU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar