PRAKTEK EKONOMI ISLAM PADA DAULAH
ISLAM DENGAN PRAKTEK EKONOMI ISLAM MASA SEKARANG
I.
PENDAHULUAN
Kontribusi kaum
Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran
ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh
para ilmuwan Barat. Buku-buku teks ekonomi Barat hampir tidak pernah
menyebutkan peranan kaum Muslimin ini. Sebaliknya,meskipun telah memberikan
kontribusi yang besar, kaum Muslimin tidak lupa mengakui utang mereka kepada
para ilmuwan Yunani, Persia, India, dan Cina. Hal ini sekaligus mengindikasikan
inklusivitas para cendekiawan Muslim masa lalu terhadap berbagai ide pemikiran
dunia luar selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Perkembangan
ekonomi Islam saat ini secara terus menerus mengalami kemajuan yang sangat
pesat, baik di panggung internasional maupun di Indonesia. Perkembangan
tersebut meliputi kajian akademis di Perguruan Tinggi maupun secara praktik
operasioanl seperti yang terjadi di lembaga- lembaga perekonomian Islam seperti
Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Perkembangan
tersebut diharapkan semakin melebar meliputi aspek dan cakupan yang sangat
luas, seperti kebijakan ekonomi negara, ekonomi pemerintah daerah,
ekonomi makro (kebijakan fiskal, public finance, strategi mengatasi
kemiskinan serta pengangguran, inflasi, kebijakan moneter), dan permasalahan
ekonomi lainnya, seperti upah dan perburuhan dan sebagainya. Dalam paper
ini saya akan membandingkan praktek ekonomi pada daulan islam dengan praktek
ekonomi islam sekarang di Indonesia.
II.
PEMBAHASAN
1.
Kasus
Kuartal III,
Laba Bank Syariah Naik 68 Persen
15 November
2012 - 09.55 WIB > Dibaca 108 kali
|
JAKARTA (RP) - Akar praktik ekonomi
Islam di Indonesia makin kuat. Ini bisa dilihat dari kinerja bank syariah yang menguntungkan
pada kuartal III 2012.
Hingga akhir September, laba
bank-bank umum syariah dan unit usaha syariah di Tanah Air tercatat sebesar
Rp2,02 triliun. Angka tersebut meningkat 68,4 persen dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar Rp1,2 triliun.
Kepala Humas Bank Indonesia, Difi A
Johansyah mengatakan total pendapatan atau revenue bank syariah meningkat dari
Rp10,7 triliun pada September 2011 menjadi Rp12,4 triliun pada periode yang
sama tahun ini.
Sementara, total beban perbankan
syariah naik tipis dari Rp9,29 triliun menjadi Rp9,9 triliun.
Difi memaparkan, kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan syariah juga makin tinggi. Hal ini terbukti dari
peningkatan dana pihak ketiga pada September 2012 menjadi Rp127,67 triliun,
atau naik 30 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp97,75
triliun.
Selaras dengan itu, performa pembiyaan bank syariah juga naik dari Rp92,83 triliun menjadi Rp130,35 triliun.
Selaras dengan itu, performa pembiyaan bank syariah juga naik dari Rp92,83 triliun menjadi Rp130,35 triliun.
“Dari performa tersebut, maka rasio
penyaluran pembiayaan (FDR/financing to deposit ratio) perbankan syariah
sebesar 102,09 persen,” terangnya.
Meski FDR perbankan syariah
meningkat, akan tetapi rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF)
tercatat terus turun. Pada kuartal III 2012, NPF perbankan syariah sebesar 6,87
persen, atau berkurang dari periode yang sama tahun lalu sebesar 6,94 persen.
Direktur Eksekutif Direktorat Perbankan Syariah, Edy Setiadi memaparkan, dari total pembiayaan yang disulrkan oleh perbankan syariah, sebesar 59,18 persen merupakan kontribusi dari akad murbahah.
“Paling besar masih akad murabahah sebesar Rp 77,15 triliun. Karena jenis akad tersebut dianggap paling mudah,” terangnya.
Edy menambahkan, mendatang BI mendorong perbankan syariah untuk menyalurkan pembiayaan dengan menggunakan leverage model.
Leverage model adalah salah satu strategi bank untuk bermitra dengan bank lokal tanpa membentuk bank campuran. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperluas akses pasar melalui jaringan bank lokal.
“Leverage model yang mirip dengan office channeling ini masih untuk layanan tabungan. Sehingga masih kami pikirkan untuk bisa diterapkan di pembiayaan syariah,” terangnya.
Direktur Eksekutif Direktorat Perbankan Syariah, Edy Setiadi memaparkan, dari total pembiayaan yang disulrkan oleh perbankan syariah, sebesar 59,18 persen merupakan kontribusi dari akad murbahah.
“Paling besar masih akad murabahah sebesar Rp 77,15 triliun. Karena jenis akad tersebut dianggap paling mudah,” terangnya.
Edy menambahkan, mendatang BI mendorong perbankan syariah untuk menyalurkan pembiayaan dengan menggunakan leverage model.
Leverage model adalah salah satu strategi bank untuk bermitra dengan bank lokal tanpa membentuk bank campuran. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperluas akses pasar melalui jaringan bank lokal.
“Leverage model yang mirip dengan office channeling ini masih untuk layanan tabungan. Sehingga masih kami pikirkan untuk bisa diterapkan di pembiayaan syariah,” terangnya.
Sebagai tambahan informasi, untuk
membantu likuiditas pembiayaan perbankan syariah, BI juga baru mengeluarkan
surat edaran baru yang berisi tentang tata cara transaksi repo dengan surat
berharga syariah Negara.
Dalam hal ini, bank sentral membolehkan perbankan syariah menjual, dengan janji membeli kembali atau reverse repo SBSN dalam operasi moneter syariah.(gal/jpnn)
Dalam hal ini, bank sentral membolehkan perbankan syariah menjual, dengan janji membeli kembali atau reverse repo SBSN dalam operasi moneter syariah.(gal/jpnn)
2.
Tradisi dan Praktek ekonomi
pada masa daulah al-Islam (Umayyah, Abbasiyah dan Ustman)
A.
Bani Umayyah (41=132H/661=750M)
Naiknya Muawiyah ke tampuk
pemerintahan Islam merupakan kekuasannya Bani Umayyah,. Sejak saat itu pula,
pemerintahan Islam yang bersifat demkratis seperti yang telah dipraktekan
Rasulullah SAW dan al-Khulafa al-Rasyidun berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun menurun).
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Muawiyah nin Abi Sofyan mendirikan
dinas pos beserta berbagai fasilitasnya, menerbitkan angkatan perang, mencetak
uang, dan mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan profesional.
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan dalam masyarakat
Islam muncul di masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Hal ini di
latar belakangi oleh permintaan pihak Romawi agar Khalifah Abdul Malik bin
Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirrahmanirrahim
dari mata uang yang berlaku pada Khalifahnya.
Selama pemerintahannya, Umar bin
Abdul Aziz menerapkan kembali ajaran Islam secara menyeluruh. Berbagai
pembenahan dilakukannya di seluruh sektor kehidupan masyarakat tanpa pandang
bulu.
Pada masa pemerintahannya,
sumber-sumber pemasukan negara berasal dari zakat, hasil rampasa perang, pajak
penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produksi kepada
masyarakat luas.
Setelah masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz tersebut, kekuasaan Bani
umayyah berada di tangan Yazid bin Abdul Malik. Pada masa ini, kekacauan dalam kehidupan masyarakat mulai muncul kembali.
Hal ini dipicu oleh kegandrungan sang Khalifah dan para penggantinya terhadap
kemewahan dan ketidak peduliannya terhadap rakyat. Akhirnya muncul konfrontasi
antara pemerintah dengan rakyatnya sendiri. Kerusuhan tersebut terus berlanjut
hingga semakin memperkuat posisi kaum oposisi dan sebaliknya, memperlemah
posisi sang Khalifah. Akhirnya, pihak oposisi
berhasil menumbangkan Daulah Umawiyah.
B.
Bani Abbasiyah (132-656H/750-1258M)
Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan Islam setelah berhasil menggulingkan
pemerintahan dinas Bani Umayyah pada tahun 750 H. Para pendiri dinasti ini
adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, sehingga khalifah tersebut
dinamakan Khilafah Abbasiyah. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin
Muhammad nin Ali bin Abdullah bin al-Abbas (132-136H).
Diantara periode-periode pemerintahan tersebut, Dinasti Abbasiyah mencapai
masa keemasan pada periode pertama. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Karena Abdullah al-Saffah
hanya memerintah dalam waktu yang singkat, pembina yang sesungguhnya dari
Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al Manshur (136-148H). Pada masa
pemerintahannya, khalifah al-Manshur lebih banyak melakukan konsolidasi dan
penertiban administrasi birokrasi.
Keberhasilan Khalifah al-Manshur dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan
Daulah Abbasiyah memudahkan usaha para Khalifah berikutnya untuk lebih fokus
terhadap permasalahan ekonomi dan keuangan negaran, sehingga peningkatan dan
pengembangan taraf hidup rakyat dapat terjamin.
Ketika al-Mahdi (158-169H). Menjadi Khalifa, keadaan negara menjadi stabil.
Ia banyak menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak, seperti
pembangunan tempat-tempat persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam
air bagi para khalifah dagang beserta hewan bawaannya, serta memperbaiki dan
memperbanyak jumlah telaga dan perigi. Ia juga mengembalikan harta yang
dirampas ayahnya kepada pemiliknya masing-masing.
Ketika tampuk pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (170-193 H),
pertumbuhan ekoonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah
mencapai puncaknya.
Dari gambaran diatas, terlihat bahwa Dinasti Bani Abbasiyah pada periode
pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, termasuk
kehidupan perekonomian, daripada perluasan wilayah. Setelah melewati periode
ini, Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dan akhirnya dihancurkan oleh bangsa
mongol pada tahun 1258 M.
C.
Bani Ustmani (1300-1924M).
Daulah Turki Usmani muncul sebagai salah satu kekuatan politik Islam
terbesar di dunia, di samping kerajaan Mughhal India dan kerajaan Safawi
Persia, setelah kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang drastis akibat
keruntuhan Baghdad.
Pendiri daulah ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghuz yang mendiami
daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Setelah masuk dibawah pimpinan
Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk,
yang sedang berperang dengan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Allauddin
II meraih kemenangan yang gemilang. Setelah Ertoghrul meninggal dunia,
kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya, Usman yang kemudian dianggap sebagai
pendiri Daulah Turki Usmani.
Pada awal abad ke enam belas, Daulah Turki terlibat Konfrontasi dengan
bangsa Eropa dalam memperebutkan pengaturan tata ekonomi dunia.
Daulah Turki Usmani
menguasai semenanjung Balkan dan Afrika Utara, sementara bangasa Eropa
melakukanekspansi ke Benua Amerika dan Afrika, termasuk menguasai jalur
perdagangan Asia Tenggara. Perseturuan ini semakin meruncing pada abad-abad
berikutnya hingga akhirnya Daulah Turki Usmani kalah perang dan kehilangan
seluruh wilayah kekuasannya. Akibat peperangan tersebut, disamping
pemberontakan di berbagai wilayah kekuasannya, pemerintahan Daulah Turki Usmani
berakhir pada tahun 1924 M.
3.
Praktek Ekonomi masa Sekarang
Tidak dapat
dipungkiri, setelah berpuluh tahun masyarakat Islam hidup tanpa ekonomi Islam
sebagai sebuah sistem ekonomi, kerinduan untuk berpraktek ekonomi dengan cara
Islam mulai merasuk kesetiap dada orang Islam. Bukan hanya sekedar karena
ekonomi Kapitalisme tak mampu memberikan rasa adil, tak mampu menyejahterakan
masyarakat, dan semakin memperlebar jarak antara yang kaya dan yang miskin.
Melainkan juga karena orientasi kehidupan akherat membuat orang Islam terdorong
untuk berekonomi dengan cara yang bisa menghantarkannya pada surga Allah dan
menjauhinya dari siksa neraka.
Kemunculan
kembali isu ekonomi Islam lebih banyak dipengaruhi karena kecintaan masyarakat
Islam terhadap praktek ekonomi yang diridhoi oleh Allah dan RasulNya. Terbukti
pada kasus lain, seperti penggunaan jilbab, dimana pasca keruntuhan Khilafah
Turki Utsmani pakaian jilbab dilarang untuk digunakan oleh rakyat Turki, namun
belakangan pakaian bercirikhaskan Islam itu mulai banyak yang menggunakannya
kembali. Termasuk di Indonesia, kita dapat melihat perbedaanya antara tahun
1970-an dengan tahun-tahun sekarang. Ini menunjukkan kerinduan terhadap praktek
kehidupan dengan cara yang diridhoi Allah dan RasulNya mulai kembali
dirindukan.
Sejarah
mencatat bahwa bibit-bibit sistem ekonomi Islam mulai bangkit kembali dan
menampakkan tunasnya tidak lama setelah keruntuhannya, yaitu diakhir abad 20
telah mulai diselenggarakan muktamar dan seminar ekonomi Islam diberbagai
tingkat, baik lokal suatu daerah maupun tingkat internasional. Sebagai titik awal
dari kembalinya ekonomi Islam.
Demikian catatan sejarah:
1)
Muktamar Ekonomi Islam Internasional yang
pertama, di Universitas Malik bin Abdul Aziz, Jeddah, pada tahun 1976.
2)
Muktamar Bank Islam pertama di Bank Islam
Dubai, tahun 1978.
3)
Kelompok Studi Ekonomi Islam dalam Lapangan
Penerapan, Abu Dhabi, tahun 1981.
4)
Seminar Ekonomi Islam di Unversitas al-Azhar
pada tahun 1980 dan tahun 1981.
5)
Muktamar Ekonomi Islam Internasional yang
kedua, di Islamabad Pakistan pada tahun 1983.
6)
Muktamar
Bank Islam yang kedua di Baitit Tamwil al-Kuwaiti, Kuwait, pada tahun 1983.
7)
Muktamar Sistem Ekonomi menurut Islam, antara
Teori dan Praktek, di Universitas Mansourouh, Mesir, pada tahun 1983.
III.
ANALISIS
Dari data yang kami dapat bahwa Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan
ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad, Sejak zaman Abbasiyah, walaupun
masih di lakukan secara perorangan perbankan mulai berkembang pesat ketika
beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus
untuk membedakan antara satu mata uang dan mata uang lainnya, Khalifah Ustman
ibn Affan tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta
memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda.
Adapun di
Indonesia, ekonomi Islam dengan wujud lembaga keuangan perbankan syariah baru
muncul dan berkembang sejak tahun 1991, dan lembaga keuangan asuransi syariah
tahun 1994. Baru beberapa tahun kemudian yaitu tahun 2000, banyak Perguruan Tinggi di Indonesia beramai-ramai membuka
jurusan atau program studi ekonomi Islam. Seperti JEI (Jurusan Ekonomi Islam)
STAIN Surakarta yang membuka kelas di Yogyakarta, Jurusan Keuangan Islam di UIN
Yogyakarta, Jurusan Ekonomi Islam di UMY, STEI Yogyakarta, STEI Hamfara di
Yogyakarta, STEI Tazkia di Jakarta, dan lain sebagainya.
Dunia akademik
inilah yang kemudian paling banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi Islam
di abad 21 ini. Sebab hanya lembaga pendidikan yang mampu melahirkan
pemikir-pemikir ekonomi Islam yang kritis, yang memperbaiki praktek-praktek
ekonomi Islam yang keliru, merekonstruksi teori-teori ekonomi Islam yang sudah
dibangun sebelumnya oleh para cendikiawan muslim di masa kejayaannya, dan
merancang bangunan sistem ekonomi Islam agar siap dipraktekkan bilamana sistem
besar dari Islam terbangun.
IV.
KESIMPULAN
Dari data di
atas dapat saya tarik kesimpulan bahwa ekonomi Islam daulah islam telah di
praktekkan di Indonesia dengan wujud lembaga keuangan perbankan syariah baru
muncul dan berkembang sejak tahun 1991, dan lembaga keuangan asuransi syariah
tahun 1994. Baru beberapa tahun kemudian yaitu tahun 2000, banyak Perguruan
Tinggi di Indonesia beramai-ramai membuka jurusan atau program studi ekonomi
Islam. Seperti JEI (Jurusan Ekonomi Islam) STAIN Surakarta yang membuka kelas
di Yogyakarta, Jurusan Keuangan Islam di UIN Yogyakarta, Jurusan Ekonomi Islam
di UMY, STEI Yogyakarta, STEI Hamfara di Yogyakarta, STEI Tazkia di Jakarta,
dan lain sebagainya.
Dunia akademik
inilah yang kemudian paling banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi Islam
di abad 21 ini. Sebab hanya lembaga pendidikan yang mampu melahirkan
pemikir-pemikir ekonomi Islam yang kritis, yang memperbaiki praktek-praktek
ekonomi Islam yang keliru, merekonstruksi teori-teori ekonomi Islam yang sudah
dibangun sebelumnya oleh para cendikiawan muslim di masa kejayaannya, dan
merancang bangunan sistem ekonomi Islam agar siap dipraktekkan bilamana sistem
besar dari Islam terbangun.
DAFTAR PUSTAKA
Euis
Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Gramata Publishing, Depok 2010
http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=19545&kat=6#.UL06vYaT9PU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar