Jumat, 24 Mei 2013

tarekat tasawuf



TAREKAT RIFA’IYAH

       I.            PENDAHULUAN
Untuk mendekatkan diri pada tuhan maka harus menempuh jalan ikhtiar, salah satu jalan ihtiar yaitu dengan mendalami lebih jauh ilmu tasawuf ,untuk mengetahui sesuatu maka pasti ada ilmunya,banyak dikalangan orang awam awam yang kurang mengetahui tentang ilmu mengenal tuhan (Tarekat). Pengertian tentang tarekat yaitu, Tariqah adalah khazanah kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka keagamaan yang terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin serta memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental beragama masyarakat. Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis bagi  pedagang Arab, India dan Persia.

    II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang  dimaksud dengan tarekat?
2.      Bagaimana tarekat bisa masuk ke Nusantara?
3.      Apa yang dimaksud tarekat Rifa’iyah?
4.      Apa saja  ajaran dasar dari tarekat  Rifa’iyah?

 III.            PEMBAHASAN
1.      Pengertian Tarekat
Tarekat berasal dari bahasa Arab “tharikah” jamaknya “taraiq” secara etimologis berarti (1) jalan, cara (al-kaifiyah), (2) metode, sistem (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halal), (5) pohon kurma yang tinggi (an-nakhlah aththawillah), (6) tiang tempat berteduh, tongkat payung (amud al-mizallah), (7) yang mulia, terkemuka dari kaum (syarif al-qaum) dan (8) goresan/garis pada sesuatu (al-khathth fi asy-syay).[1]
 Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat. Sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq, kata turunan ini menunnjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum illahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal, pengalaman mistik tak mungkin di peroleh bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahuulu dengan seksama.[2] Dengan kata lain tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.[3]
Mengenai pengertian diatas Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, “Tarekat adalah mengamalkan syariat, melaksanakan bebab ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah ibadah yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.
Sementara itu Harun Nasution, menyatakan bahwa tarekat berasal dari kata tariqah yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqh kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarekat mempunyai syekh, upacara ritual, dan bentuk dzikir masing-masing.[4] Sejalan dengan ini maka Martin Van Bruinessen menyatakan istilah tarekat , paling tidak dipakai untuk dua hal yang secara konseptual berbeda. Makananya yang asli merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode, dan ritual. Akan tetapi, istilah ini pun sering dipakai untuk mengacu pada organisasi yang menyatukan pengikut-pengikut jalan tertentu. Di timur tengah istilah ta’ifah terkadang lebih disukai untuk organisasi sehingga lebih mudah membedakan antara yang satu dengan yang lain. Akan tetapi di indonesia kata tarekat mengacu pada keduanya. [5]
L.Massignon, salah seorang peneliti tasawuf di berapa negara muslim, berkesimpulan bahwa istilah tarekat mempunyai dua pengertian:
pertama, tarekat merupakan pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan tasawuf untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian, yang disebut al-maqamat dan al- akhwal. Pengertian ini menonjol sekitar abad ke-9 dan ke-10 Masehi.
Kedua, tarekat merupakan perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang syekh yang menganut suatu aliran tertentu. Dalam perkumpulan itulah seorang syekh yang menganut suatu tarekat yang dianutnya, lalu mengamalkan aliran aliran tersebut bersama dengan murid-muridnya, pengertian dan definisi ini menonjol ketika abad ke-9 Masehi.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama tarekat berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adanya lembaga formal, seperti zawiyah, ribatah, atau khanaqah.

2.      Masuknya Tarekat ke Indonesia
Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis bagi pedagang Arab, India dan Persia.
Gelombang perpindahan besar-besaran umat Islam berikutnya terjadi pada 264 H/878 M, akibat pemberontakan Huang Chao di Cina Selatan di mana sekitar 120 atau 200 ribu pedagang dari barat – sebagian besar Muslim – dibunuh. Sebagian yang selamat melarikan diri ke Kalah di pesisir barat semenanjung Malaysia serta di San-fo-chi (Palembang). Perkampungan pedagang Muslim lainya disebutkan terletak di Champa pada 430 H/1039 M dan di Jawa 475 H/1082 M. Sungguhpun banyak perkampungan Muslim, terkesan tidak ada kegiatan dakwah yang menonjol hingga akhir abad 7 H/13 M. Baru terjadi kegiatan dakwah yang meningkat pada awal abad 8 H/14 M dan terus menguasai seluruh kepulauan dalam abad berikutnya. Mengapa?
Kegiatan dakwah yang bangkit sejak awal abad 8 H/14 M dan terus berkembang, dimotori oleh kaum sufi. Dalam hikayat lokal dan tradisi-tradisi lisan, terdapat banyak keterangan tentang faqir (darwis), wali (orang suci), dan syekh (guru) di kalangan penyebar awal Islam di berbagai wilayah selama abad 7 – 8 H/13 – 14 M. Semua ini adalah istilah teknis yang terdapat dalam kosakata tasawuf, yang tetap dipertahankan, sehingga memberi kesan kuat bahwa para penyebar ini adalah kaum sufi. Gerakan dakwah Muslim telah berjalan di pesisir timur Jawa di wilayah Gresik yang dipimpin Maulana Malik Ibrahim yang merupakan keturunan dari Zain Al Abidin, seorang cicit Nabi. Konon dia tinggal di Jawa sebagai juru dakwah selama lebih dua puluh tahun, yang diteruskan oleh anak keturunannya seperti Sunan Giri, Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ada pendapat, islamisasi Jawa tidak lepas dari peran penting Malaka. Sebagai contoh, Sunan Giri dan Sunan Bonang telah belajar di Malaka selama setahun dibawah bimbingan Syekh Wali Lanang.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, Aceh menjadi penerusnya sebagai pusat perdagangan Muslim. Aceh mencapai puncak dalam bidang militer dan kekuatan perdagangan serta menyaksikan pertumbuhan tasawuf, yang melahirkan zaman keemasan peradaban Melayu, khususnya menyangkut intensitas kehidupan intelektual dan spiritual. Selama itu hiduplah sufi-sufi Melayu besar seperti Hamzah Al Fanshuri dan Syams Al-Din Al-Sumatrani, dan diikuti oleh figur-figur sufi seperti Nur Al-Din Al-Raniri dan Abd Al-Ra’uf Singkel. Melalui sejumlah tulisan dan penyebaran tarekat-tarekat sufi, mereka memberikan kontribusi signifikan pada islamisasi Kepulauan Nusantara.
Tarekat yang pernah berkembang di Indonesia cukup banyak, akan tetapi sebagian daripadanya hanya tinggal nama. Memang untuk sampai pada kesimpulan apakah tarekat itu masih ada, mengajarkan dan melakanakan amalan secara lengkap, dan apakah masih ada pengikutnya, perlu penelitian lebih mendalam . Menurut satu sumber, dewasa ini di seluruh dunia ada 43 macam tarekat, Apakah semuanya ada di Indonesia? Lagi-lagi perlu penelitian lebih mendalam. Beberapa tarekat yang popular di Indonesia hingga sekarang, antara lain: Tarekat Tijaniah, Tarekat Sanusiah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Sammaniyah, Tarekat Syattariyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Khalawatiyah, dan Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Rifa’iyah.[6]

3.      Tarekat rifa’iyah
Tarekat Rifa'iyah, Khususnya, pertama kali muncul dan berkembang di wilayah Irak bagian Selatan. Pendirinya adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah, Irak bagian selatan, pada tahun 500 H/ 1106 M. Sedangkan, sumber lain menyebutkan, ia lahir pada tahun 512 H/ 1118 M.
Abu Bakar Aceh dalam buku pengantar Ilmu Tarekat, Kajian Historis [sejarah] tentang Mistik memaparkan, ar-Rifa'i menghabiskan hampir seluruh hidupnya di wilayah Irak bagian Selatan. Sewaktu berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur al-Batha'ihi, seorang syekh Tarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut, ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu al-Fadhl Ali al-Wasiti, terutama tentang mazhab fiqh Imam Syafi'i. Pada usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah sembilan sebagai pertanda sudah ada wewenang untuk mengajar. John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford: Duni Islam Modern menyebutkan, garis keturunan sufi ar-Rifa'i sampai kepada Junaid al-Baghdadi [wafat 910 M] dan Sahl al-Tustari [wafat 896 M]. Pada tahun 1145 M, ar-Rifa'i menjadi syekh tarekat ini ketika pamannya [yang juga merupakan syekh/gurunya] menunjuknya sebagai pengganti. Dia kemudian mendirikan pusat tarekat sendiri di Umm Abidah, sebuah desa di Distrik Wasit tempat dia wafat kelak.
Tarekat Rifa'iyah berbeda dengan organisasi kemasyarakatan [ormas] Rifa'iyah yang ada di Indonesia. Organisasi kemasyarakatan [ormas] Rifa'iyah didirikan oleh Syekh Haji Ahmad ar-Rifa'i al-Jawi bin Muhammad bin Abi Sujak bin Sutjowijoyo, lahir pada tanggal 9 Muharram 1200 H/ 1786 M, di desa Tempuran Kabupaten Kendal.
PERKEMBANGAN RIFA’IYAH
Tarekat Rifa'iyah yang juga merupakan tarekat sufi sunni ini, memainkan peran penting dalam pelembagaan sufisme. Di bawah bimbingan ar-Rifa'i, tarekat ini tumbuh subur. Dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, tarekat ini berkembang keluar Irak, di antaranya Mesir dan Syria [Suriyah]. Hal tersebut disebabkan murid-murid tarekat ini menyebar ke seluruh Timur Tengah. Dalam perkembangan selanjutnya, Tarekat Rifa'iyah berkembang di kawasan Anatolia, Turki, Eropa Timur, wilayah Kaukasus dan kawasan Amerika Utara. Para murid Rifa'iyah membentuk cabang-cabang baru di tempat-tempat tersebut. Setelah beberapa lama, jumlah cabang Tarekat Rifa'iyah meningkat dan posisi Syekh pada umumnya turun temurun. Tarekat ini juga tersebar luas di Indonesia, misalnya di daerah Aceh terutama di bagian barat dan utara, Jawa, Sumatera Barat dan Sulawesi. Namun di daerah Aceh, tarekat ini dikenal dengan sebutan Rafai, yang memiliki makna tabuhan rabana yang berasal dari perkataan dan penyebar tarekat ini. Meskipun berada di tempat-tempat lain, menurut Esposito, "Tarekat Rifa'iyah paling signifikan berada di Turki, Eropa Tenggara, Mesir, Palestina, Suriyah, Irak dan Amerika Serikat. Pada akhir masa kekuasaan Turki Utsmaniyah [Ottoman], Rifa'iyah merupakan terekat penting. Keanggotaannya meliputi sekitar tujuh persen dari jumlah orang yang masuk tarekat sufi di Istanbul". Tulis Esposito.


PENDIRI TAREKAT RIFA'IYAH
Tarekat Rifa'iyah didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Ia lahir di daerah Irak bagian selatan, tepatnya di Qaryah Hasan, Basrah, tentang kelahirannya simpan siur ada yang mengatakan sekitar tahun 1106 M. Namun ada juga yang mengatakan tahun 1118 M. Ia mendapat gelar Muhyiddin [penghidup agama] dan Sayyid al-Arifin [penghulu para orang Arif]. Ia terkenal dengan spiritualnya yang sangat tinggi. Menurut sejumlah literatur, Syekh Ahmad Rifa'i ini dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu dan sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah subhanahu wata'ala. Bahkan sejumlah pengikutnya meyakini Syekh ar-Rifa'i mendapat anugerah dari Allah, sebagai salah seorang yang mampu menyembuhkan penyakit lepra [kusta], kebutaan dan lainnya. Sejak kecil ia sudah memiliki berbagai keistimewaan. Pada usia 21 tahun ia sudah mendapatkan ijazah dari pamannya untuk mengajar. Syekh Rifa'i wafat pada tahun 587 Hijriyah.[7]

4.      Ajaran Tarekat Rifa’iyah
Dalam beberapa cabang, pengikut Rifa’iyah harus mengasingkan diri dan melakukan penyendirian spiritual (khalwat). Praktik ini biasanya dilakukan paling sedikit selama satu pekan pada awal Muharram.Menurut Sayyid Mahmud Abul Al-Faidl Al-Manufi, Tarekat Rifa’iyah mempunyai tiga ajaran dasar, yaitu tidak meminta sesuatu, tidak menolak, dan tidak menunggu. Sementara itu, menurut Asy-Sya’rani, tarekat ini menekankan pada ajaran asketisme (zuhud) dan makrifat (puncak tertinggi dalam ajaran tasawuf).
Dalam pandangan Syekh Ar-Rifa’i, sebagaimana diriwayatkan Asy-Sya’rani, asketisme merupakan landasan keadaan-keadaan yang diridhai dan tingkatan-tingkatan yang disunahkan. Asketisme adalah langkah pertama orang menuju kepada Allah, mendapat ridha dari Allah, dan bertawakal kepada Allah. “Barangsiapa belum menguasai landasan kezuhudan, langkah selanjutnya belum lagi benar,” kata Syekh Ar-Rifa’i, Mengenai makrifat, Syekh Ar-Rifa’i berpendapat bahwa penyaksian adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yakin dan tersingkapnya hakikat realitas-realitas secara benar-benar yakin. Menurutnya, cinta mengantar rindu dendam, sedangkan makrifat menuju kefanaan ataupun ketiadaan diri.
Irhamni MA dalam tulisannya mengenai Syekh Ahmad Ar-Rifa’i mengungkapkan bahwa pendiri Tarekat Rifa’iyah ini semasa hidupnya pernah mengubah sebuah puisi bertema Cinta Ilahi. “Andaikan malam menjelang, begitu gairah kalbuku mengingat-Mu. Bagai merpati terbelenggu atau meratap tanpa jemu. Di atasku awan menghujani derita dan putus asa. Di bawahku lautan menggelorai kecewa.
Tanyalah atau biarlah mereka bernyawa. Bagaimana tawanan-Nya bebaskan tawanan lainnya. Sementara dia bisa dipercaya tanpa-Nya. Dan dia tidak terbunuh, kematian itu istirah baginya. Bahkan, dia tidak dapat maaf sampai bebas karenanya.”
Syair di atas merupakan salah satu bentuk asketisme yang dilakukan Syekh Ahmad Rifa’i dalam mencapai hakikat tertinggi mengenal Allah, yakni makrifat.[8]

 IV.            KESIMPULAN
1.      Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat. Sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq, kata turunan ini menunnjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum illahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal, pengalam mistik tak mungkin di peroleh bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahuulu dengan seksama. Dengan kata lain tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.
2.      Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis bagi pedagang Arab, India dan Persia.
3.      Tarekat Rifa'iyah didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Ia lahir di daerah Irak bagian selatan, tepatnya di Qaryah Hasan, Basrah, tentang kelahirannya simpan siur ada yang mengatakan sekitar tahun 1106 M. Namun ada juga yang mengatakan tahun 1118 M. Ia mendapat gelar Muhyiddin [penghidup agama] dan Sayyid al-Arifin [penghulu para orang Arif]. Ia terkenal dengan spiritualnya yang sangat tinggi. Menurut sejumlah literatur, Syekh Ahmad Rifa'i ini dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu dan sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah subhanahu wata'ala. Bahkan sejumlah pengikutnya meyakini Syekh ar-Rifa'i mendapat anugerah dari Allah, sebagai salah seorang yang mampu menyembuhkan penyakit lepra [kusta], kebutaan dan lainnya. Sejak kecil ia sudah memiliki berbagai keistimewaan. Pada usia 21 tahun ia sudah mendapatkan ijazah dari pamannya untuk mengajar. Syekh Rifa'i wafat pada tahun 587 Hijriyah.
4.      Dalam beberapa cabang, pengikut Rifa’iyah harus mengasingkan diri dan melakukan penyendirian spiritual (khalwat). Praktik ini biasanya dilakukan paling sedikit selama satu pekan pada awal Muharram.Menurut Sayyid Mahmud Abul Al-Faidl Al-Manufi, Tarekat Rifa’iyah mempunyai tiga ajaran dasar, yaitu tidak meminta sesuatu, tidak menolak, dan tidak menunggu. Sementara itu, menurut Asy-Sya’rani, tarekat ini menekankan pada ajaran asketisme (zuhud) dan makrifat (puncak tertinggi dalam ajaran tasawuf).



    V.            DAFTAR PUSTAKA
Luis Makluf, Al-Munjid fi Al-Lughat wa Al-Alam, Dar Al-Masyrik, Beirut, 1896
Annemarie Schimel, Dimensi Mistik dalam Islam. Ter Supadri Djoko Darmono, dkk, dari Mystical Dimension Of Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1975
Ensiklopedia Islam Jilid 5
Harun Nasution. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid II, UI Press : Jakarta
Martin Van Bruinessen,  Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Mizan, Bandung, 1994




[1] Luis Makluf., Al-Munjid fi Al-Lughat wa Al-Alam, Dar Al-Masyrik, Beirut, 1896 hlm.465
[2] Annemarie Schimel, Dimensi Mistik dalam Islam. Ter Supadri Djoko Darmono, dkk, dari Mystical Dimension Of Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1975
[3] Ensiklopedia Islam Jilid 5, halm, 66
[4] Harun Nasution. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jilid II, UI Press : Jakarta
[5] Martin Van Bruinessen,  Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia,  Mizan,  Bandung, 1994

[6] http://gilan9-bismilllahirahmanirrahiim.blogspot.com/2009/06/makalah-tarekat_09.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar